PIKIRAN MASYARAKAT TENTANG SEKOLAH

Posted by Unknown


Sekolah dan Masyarakatnya


Dalam konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan dalam era desentralisasi daerah, maka sekolah harus dikembangkan berdasarkan potensi masyarakat. Potensi dalam tanda kutip dipahami atau diarahkan sebagai “uang”-nya masyarakat. Lalu, siapakah masyarakat itu? Inipun disimpulkan sebagai orang tua dari siswa-siswa di sekolah itu. Definisiya sedikit berkembang pada pengusaha di kota tersebut. Tetapi bukankah lagi-lagi yang dimaksud adalah “si pemilik uang”?
Saya pikir, pemaknaan “potensi” dan “masyarakat” dalam konsep MBS di negara kita barangkali telah salah persepsi, dan perlu diluruskan. Me-link-kan sekolah dan masyarakat sebenarnya bukan hal baru. Dewey sudah mengangkatnya pada awal abad ke-20, dalam bukunya The School and Society. Tetapi konsep Dewey agak berbeda, karena Dewey lebih menyoroti relevansi pembelajaran di sekolah dengan kondisi masyarakat, sementara SBM memfokuskan pada pengelolaan sekolah berbasis potensi (dukungan finansial) masyarakat.
Apabila “masyarakat” dimaknai sebagai sumber finansial semata bagi sekolah, maka tentulah ada “Sekolah Tanpa Masyarakat”, artinya sekolah yang tidak mendapatkan pendanaan dari masyarakatnya karena notabene siswanya adalah siswa dari golongan ekonomi lemah.
Oleh karena itu “masyarakat” dalam proses pendidikan di sekolah seharusnya diluruskan pemaknaannya sebagai lingkungan (orang, makhluk hidup, alam, aktivitas) yang ada di sekeliling sekolah dalam radius tertentu. Masing-masing komponen tersebut harus difungsikan dalam proses pendidikan di sekolah.
Karena kebanyakan anak yang bersekolah tinggal jauh dari lingkungan sekolah, maka orang tua si anak tidak bisa mengontrol ketika anaknya sudah berangkat dari rumah. Yang lebih memungkinkan memberikan kontribusi dalam proses pendidikan adalah warga yang ada di sekitar sekolah. Itulah masyarakat sekolah yang sesungguhnya.
Lalu, bagaimana memfungsikan masyarakat sekolah yang sesungguhnya? Salah satu fungsinya adalah menjadi pengawas siswa secara tidak formal. Bukan bantuan pendanaan yang terpenting dalam pengembangan sekolah, tetapi uluran tangan mereka untuk membantu bapak ibu guru membina siswa-siswanya.
Masyarakat sekolah dapat dijadikan sumber belajar bagi siswa. Kantor-kantor, bank, toko, bengkel hingga warung-warung yang ada di sekitar sekolah adalah tempat-tempat yang bisa menjadi sarana belajar siswa, asalkan pihak sekolah mengkomunikasikan ini terlebih dahulu kepada warga tersebut. Warung dan restoran menjadi tempat siswa belajar tentang jual beli, perbankan menjadi tempat belajar peredaran uang, toko sebagai tempat belajar bisnis, dll.
Namun, kenyataannya, kepala sekolah dan guru kebanyakan hanya berkonsentrasi di dalam sekolah, dan melupakan warga sekitar sekolah sebagai potensi yang dapat dimanfaatkan. Ketika kepala sekolah baru ditunjuk di sebuah sekolah, langkah pertama yang dia lakukan adalah konsolidasi ke dalam, yaitu dengan para guru dan staf sekolah. Setelah itu konsolidasi ke luar. Tetapi konsolidasi ke luar yang dimaksud adalah menyambangi dinas P dan K, mendatangi pengawas sekolah, dll. Konsolidasi kepada warga yang sehari-harinya tinggal dan beraktivitas di sekitar sekolah, hampir tidak pernah dilakukan, padahal siswa-siswa menghabiskan waktunya pada jam istirahat, atau jam pulang sekolah di tempat-tempat tsb.
Masyarakat di sekitar sekolah, merekalah yang sebenarnya lebih mengetahui kehidupan siswa pasca sekolah sebelum dia sampai ke rumahnya.Barangkali mereka juga lebih tahu geng-geng siswa yang sering memicu tawuran.
Karenanya, pihak sekolah (kepala sekolah, guru, staf) hendaknya mulai memikirkan bagaimana merangkul sebanyak orang untuk membantu proses pendidikan siswa-siswanya.

0 komentar:

Posting Komentar